PENGANTAR
Orang bilang, kuliah adalah gerbang menuju masa depan. Tapi tak banyak yang mengingatkan bahwa gerbang itu bisa membuka jalan ke arah yang membingungkan kadang gelap, kadang absurd, dan sering kali membentuk kita menjadi sesuatu yang bahkan tak kita kenali sendiri.
Namaku Bisma
Alfadito Pradifta. Perjalanan akademikku dimulai dari SMAN 2 Rangkasbitung,
tempatku menyelesaikan pendidikan pada tahun 2020. Selepas itu, aku menghadapi
berbagai ujian: mencoba menembus ikatan dinas dan sejumlah perguruan tinggi
ternama. Semua belum membuahkan hasil. Pada akhirnya, takdir membawaku berlabuh
di Universitas Pasundan, sebuah tempat yang ternyata menyimpan banyak pelajaran
dan peluang berharga.
Awalnya, aku
masuk kampus dengan semangat utuh, membawa harapan bahwa di dalamnya aku akan
menemukan ruang untuk berpikir bebas, berdebat sehat, dan menjelajahi ilmu
pengetahuan seperti penjelajah yang haus akan dunia. Aku pikir kampus adalah
taman gagasan, tempat orang-orang belajar tumbuh menjadi manusia merdeka. Tapi
tak butuh waktu lama hingga aku menyadari di balik segala bentuk spanduk
motivasi dan slogan visi-misi, ada sistem yang rapi membentuk manusia bukan
untuk berpikir, tapi untuk patuh.
Kuliah bukan
hanya soal mata kuliah, tugas, dan sidang. Ia adalah proses pembentukan
identitas. Namun sering kali, identitas itu dibentuk oleh kurikulum yang lebih
mengutamakan angka daripada keberanian berpikir. Kita diajarkan menjawab soal,
bukan mempertanyakan keadaan. Kita dididik agar lulus, bukan agar gelisah pada
dunia.
Tulisan ini
bukan nostalgia mahasiswa sok idealis. Bukan pula cerita sentimental tentang
masa lalu yang ingin dikenang dengan senyum. Ini adalah kesaksian bahwa sistem
pendidikan tinggi negeri ini punya masalah. Bahwa banyak dari kita tersesat
dalam labirin administratif dan seremoni kosong, dan hanya sedikit yang berani
mengakuinya.
Aku menulis ini dari
beberapa tahun lalu, bukan untuk menggurui, tetapi untuk meninggalkan jejak
dari seorang mahasiswa yang hampir lulus, namun tidak ingin pulang dengan
tangan kosong. Aku ingin membawa pulang satu hal kesadaran. Karena yang lebih
berbahaya dari sistem yang menindas, adalah mahasiswa yang tak lagi sadar
sedang ditindas.
Komentar
Posting Komentar