EKSPEKTASI MASUK KAMPUS

31 agustus 2020, aku mendapatkan informasi dari Universitas Pasundan bahwa diterima sebagai mahasiswa Teknik Industri Fakultas Teknik di perguruan tinggi tersebut. Hari itu aku penuh dengan sesuatu yang menyerupai kebanggaan. Setelah berbagai kegagalan dan proses melelahkan, akhirnya aku menyandang status yang dulu hanya bisa dibayangkan. Mahasiswa sebuah kata yang ditelinga masyarakat terdengar seperti panggilan suci, mandate untuk berpikir, bersuara, dan mengguncang kemapanan.

Aku adalah Angkatan 2020, Angkatan yang masuk kampus tanpa pernah benar-benar merasakan apa itu kampus. Pengenalan Perkuliahan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) dilakukan di tanggal 9 September 2020. Tidak ada ospek tatap muka, tidak ada riuh mahasiswa baru berseragam almamater dilapangan, tidak ada bangku dikelas, Lorong fakultas atau warkop tempat nongkrong setelah kelas selesai. yang ada hanya layer monitor, suara dosen dari speaker laptop dan nama-nama asing di kotak zoom yang mati kameranya.

Pandemi COVID-19 mengubah segalanya. Ketika dunia mengunci diri dan kehidupan sosial dipaksa menyusut ke dalam kotak-kotak digital, aku memulai perjalanan akademik dari ruang sunyi. Kamar sempit penuh buku, koneksi internet yang kadang pasang surut dan jadwal kelas yang terasa datar, tanpa atmosfer.

Euphoria menjadi mahasiswa pun terasa ganjil. Satu sisi, aku Bahagia karena telah berhasil memasuki jenjang baru dalam hidup. Tapi sisi lain, aku seperti melangkah ke dunia yang tak punya pintu depan. Kampus hanya ada dalam imajinasi, perkuliahan hanya jadi serangkaian klik presensi digital. Dunia yang dulu aku bayangkan penuh dinamika intelektual, diskusi hangat, dan orasi di tangga gedung rektorat, berubah menjadi sunyi dibalik nama-nama google meet yang nyaris tak pernah bersuara.

Namun dari situ aku mulai bertanya. Jika kampus tak sekedar gedung dan seremoni, lalu apa sebenarnya makna menjadi mahasiswa? Jika dunia akademik bisa dijalanlan dari rumah, lalu dimana letak peran sosialnya? Dan jika aku hanya diminta hadir secara daring, apakah aku sungguh-sungguh hadir sebagai manusia berpikir?

Pertanyaan-pertanya itu menjadi bekal pertama aku menapaki dunia perkuliahan. Bekal yang sunyi, tapi jujur. Bekal yang akhirnya membawa aku pada kesadaran bahwa kampus tak hanya berubah karena pandemi, tapi karena sejak lama ada yang tak beres dengan sistemnya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGANTAR